
Sebuah Perjalanan Refleksi Iman
Minggu, 2 November 2025, bukan sekadar tanggal merah dalam kalender akademik bagi Keluarga Besar SMK Gonzaga Mbay. Hari itu adalah penanda sebuah perjalanan batin, Ziarah Pengharapan, yang dirajut bersamaan dengan penutupan Bulan Rosario, Peringatan Para Arwah, dan Tahun Yubilium. Di bawah tema yang memanggil: “Generasi Muda Berjalan Bersama Bunda Maria dalam Ziarah Pengharapan Menuju Indonesia Emas,” 189 siswa dan 21 guru dan pegawai tidak hanya melakukan perjalanan fisik ke Gua Maria Gaudalupe, Peringatin-Mbay-Nagekeo, tetapi juga menapaki perjalanan spiritual menuju kedewasaan iman dan karakter.
Perjalanan dimulai pukul 07.15 WITA dengan keheningan doa bersama, sebuah fondasi spiritual sebelum memasuki hiruk pikuk dunia luar. Keberangkatan yang diatur secara rapi per kelas—sebuah simbol kedisiplinan menunjukkan bahwa di balik semangat muda, terdapat komitmen kuat terhadap ketertiban.
Puncak Ketaatan di Tengah Terik
Setibanya di lokasi, tantangan sesungguhnya menanti. Cuaca yang panas, jalanan berbatu, dan medan yang mendaki menuju Gua Maria di ketinggian, seolah menjadi metafora dari tantangan hidup yang harus dihadapi. Namun, antusiasme warga sekolah, yang sudah teruji sejak persiapan, membuktikan bahwa semangat dan iman tidak akan pernah padam oleh kesulitan fisik.
Di Gua Maria, kebersamaan menemukan tempatnya yang paling sakral. Doa Rosario didaraskan dengan ujud khusus: bagi perkembangan sekolah dan bagi jiwa-jiwa yang telah mendahului. Momen ini bukan hanya ritual, melainkan waktu refleksi mendalam, mengingatkan para siswa dan para guru bahwa perjalanan hidup di dunia adalah perziarahan rohani, bukan hanya perjalanan hidup belaka.
Refleksi Tiga Gereja dan Panggilan Kaum Muda
Refleksi ini diperdalam dalam Perayaan Ekaristi di Kapela Stasi St. Vinsensius Apaulo Peringatin. Misa yang dipimpin oleh RD. Virgil, imam muda yang baru ditahbiskan, terasa penuh daya. Dalam khotbahnya yang mencerahkan, dikotomi Tiga Gereja—Jaya, Perziarah, dan Menderita—dijadikan kerangka teologis untuk memahami tanggung jawab sosial dan rohani.
“Tugas kita Gereja Perziarah adalah mendoakan saudara-saudari kita yang berada di Gereja Menderita,” tegas RD. Virgil.
Pesan ini menanamkan kesadaran tentang pelayanan dan kasih lintas dimensi. Lebih jauh, ajakan eksplisit kepada anak-anak dan remaja untuk tergerak hati mengikuti panggilan Tuhan, baik sebagai Imam, Bruder, maupun Suster, menjadi penutup khotbah yang sangat reflektif terhadap masa depan Gereja dan peran generasi muda.
Keseimbangan Spiritual dan Rekreasi: Melepas Penat di Watulajar
Setelah santapan rohani, rombongan bertolak menuju Pantai Watulajar, merangkul dimensi manusiawi untuk beristirahat dan bersukacita. Perjalanan 30 menit yang menawarkan pemandangan indah seolah menambal kembali energi yang terkuras.
Kepala SMK Gonzaga Mbay, Br. Viktor, CSA, dalam sambutannya di pantai, menyampaikan kebanggaan sekaligus pesan reflektif yang kuat:
“Saya sangat bangga dengan kita semua, karena kita mampu mengatur diri kita dengan baik sehingga proses ziarah dapat berjalan dengan baik… Memang kita harus sesekali keluar dari gerbang akademi kita untuk mengalami dunia luar.”
Kutipan ini menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara disiplin akademik (gerbang akademi) dan pengalaman holistik (dunia luar). Sesi makan bersama dan kegiatan outbound (Estafet Air, Game In Out), hingga tarian Gawi, Dero, dan Jai, menjadi perwujudan konkret dari semangat PKD dalam suasana keakraban yang riang gembira. Pantai Watulajar, ujar Pak Edison Wenggo, telah bertransformasi menjadi tempat yang menyenangkan dan berkesan.
Jejak Cinta Alam dan Harapan di Garis Akhir
Menutup hari yang padat, seluruh warga sekolah diarahkan untuk membersihkan sampah di sekitar pantai. Aksi sederhana namun bermakna ini adalah puncak dari pendidikan karakter; menunjukkan bahwa Pelayanan dan Disiplin tidak hanya berlaku dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam konteks ekologis, sebagai wujud Cinta Alam.
Br. Viktor, CSA, menyampaikan terima kasih kepada seluruh guru yang telah mengondisikan anak-anak. Ziarah Pengharapan ini bukan hanya sebuah tradisi, tetapi sebuah model pembelajaran yang memahat spiritualitas, resiliensi, dan kebersamaan dalam jiwa Generasi Muda menuju Indonesia Emas—sebuah warisan yang ia harapkan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. SALAM PKD.




